Tuesday, July 23, 2013

Buka Mata


Tetes air pertama, membasahi doa. Tetes air kedua, membasahi pelupuk mata. Melesat dengan seirama, membanjiri dogma.

Monday, July 22, 2013

Terimakasih


Matamu seperti mesin waktu, ketika aku memejam, terbayang kamu berada di sampingku.
Dengan simpul senyum indah, alis seperti sayap malaikat, bibir merah jambu siap aku lumat dengan nikmat

Terima kasih, pemilik mata kecoklatan
Aku jatuh cinta padamu tepat hari Sabtu
Ingin merusak jam saat bersamamu
Agar kamu tetap berada di dekatku

Saturday, July 20, 2013

Sajian Pertemuan


Aku bawakan semangkuk kolak
Berwarna kecoklatan
Seperti sepasang matamu
Yang membenamkan kesedihan

Mari kita nikmati
Rasa manis yang diciptakannya
Mari kita habisi
Dengan senyum sumringah

Apa cukup hanya semangkuk?
Bila kurang bilang saja
Nanti aku sumpal mulutmu
Dengan bibirku

Semangkuk kolak
Aku beli dengan tangisan
Bukan berupa air mata
Tapi peluh keringat untuk mencari uang 

Setelah kita habiskan
Mari kau duduk di sebelahku
Berbagi cerita perihal rindu
Karena lama tak bertemu

Dek, sepertinya jarak telah mati
Karena kita sudah membunuhnya dengan temu
Tapi, setelah ini
Jarak kembali menertawakan kita dengan menyekat ragaku dan ragamu

Tenang dulu, hati kita tetap dekat kan?
Maka, tanam terus doa dalam jarak. Agar Tuhan tetap mempertemukan kita tanpa bosan
Duduklah di sebelahku, dek
Di teras rumah
Berlangitkan senja
Berlantaikan bahagia
Dengan cerita yang tak ada habisnya
Sampai keheningan membuat kita terbuai oleh cinta
Lalu.. Kita menjelajahi surga kecil yang tercipta.

Wednesday, July 17, 2013

Rumah Kita

image: google
Aku siap menjadi apapun
Terutama rumah untukmu
Tempat pulang walau dari mana pun kau berpergian
Tempat beristirahat dengan wajah bak rembulan

Kita sama-sama menikmati bumi tanpa gravitasi, sebab cinta yang membuat semua itu menjadi hanya teori. Rasa seperti melayang ketika laci di hatiku kini diisi semua tentangmu

Rumah selalu sepi ketika penghuninya melangkah keluar dari halaman, menutup gerbang dengan langkah yang berat untuk meninggalkan. Karena rumah adalah tempat ternyaman

Kau pasti tahu, tanpamu rumah ini akan menjadi berantakan. Tak ada yang merawat hingga teras kotor seperti ubin bengkel, dapur berantakan tanpa makanan. Kita sama-sama melengkapi, kau merawat rumah dan aku yang menjaganya

Apakah kau berpikiran sepertiku?
Merindukan pulang
Merebahkan kepala di dada
Dengan rindu yang candu

Rindu— selalu menunjukan jalan untuk ke rumah, dimana ada aku yang siap menyajikan lengan hangat untuk pelukan erat

Rindu— berceceran sepanjang jalan, penantian tak akan sia-sia saat kau ketuk pintu dan ada aku yang menunggu

Rindu— lebih melekat daripada pelukan erat, lebih murka daripada amarahmu, lebih luas dari rumah kita, lebih dingin saat malam, lebih panas saat siang.. Dan lebih menyakitkan ketika kau tak pulang karena singgah di tempat lain yang membuatmu nyaman

Maka kamu pulanglah, setiap waktu aku akan selalu membukakan pintu untukmu. Karena ini rumah kita, aku yang ingin meletakan tangga dan kamu yang memeganginya agar aku bisa menganti lampu yang mati karena masa lalu

Lalu kita berdua di teras rumah bercerita dengan ditemani dua cangkir kopi beraroma cinta sambil memandang langit senja..

Sudikah kau satu atap bersamaku?
Kita melihat senja sampai lanjut usia
Hingga rona senja malu
Memilih bersembunyi
Karena ada senyummu yang lebih indah darinya.

Tuesday, July 16, 2013

Dibalik Senyummu


Langkah kaki terasa berat
Untuk ke depan, belakang atau menetap
Luka yang haru biru
Kini berwarna merah jambu
Semenjak pertemuan kita tempo lalu

Aku sudah lama terluka biru di dalam tubuh, larut dengan lelap bersama kesakitan yang menjadi kebiasaan. Lesu untuk berjalan, sebab semesta selalu menunjukkan bayang wajahnya di setiap sudut pengelihatan.

Sampai akhirnya, langkah kaki ini menuju kamu.. Dibalik senyummu waktu itu, ada hatiku yang terjatuh. Senyum merona di pipimu, ingin aku bawa pulang dan pajang di kamar. Menawan. Sukar untuk digambarkan. Imajiku pun tak mampu mengambar utuh wajahmu. Aku ingin tetap bertemu, menikmati senyummu.

Terimakasih, kini semenjak kita bertemu semesta seakan bersekutu untuk menunjukan kamu di setiap aktifitasku. Lalu aku terlupa cara bersedih karena masa lalu.

Semoga, Tuhan tidak sia-sia mempertemukan kita. Merajut cerita yang berbahagia.

Bisakah kita tetap bertemu?
Menghadiahi senyum, sapa, tawa
Bercerita yang tidak-tidak
Atau diam hening dengan hati yang terus berdenting.

Teruntuk kamu, ampas kopi yang tetap ingin aku nikmati.